Minggu, 08 Mei 2016

Acara Tivi Jadul

Anggaplah ini sebuah kritik membangun dari saya, di jaman saya kecil dulu, porsi acara televisi untuk anak-anak dan untuk dewasa sangat seimbang dan patut diacungin jempol. Tidak seperti siaran televisi sekarang ini yang keberadaan tayangan anak-anaknya makin langka, tergusur kepentingan orang dewasa yang haus hiburan. Adapun film kartun atau sinetron yang ngakunya untuk anak-anak, kenyataan sebenarnya bukanlah tayangan untuk anak meskipun banyak pemeran anaknya di situ. Kenapa? Karena ceritanya tidak mengandung pesan mendidik dan penuh dengan adegan kekerasan baik fisik maupun verbal yang sangatlah tidak baik untuk ditonton anak karena anak pada dasarnya suka meniru, apalagi idolanya.
Ragam tayangan anak jaman dulu juga sangat bervariasi, tidak hanya film kartun, ada fragmen anak seperti 'cerita untuk anak' yang legendaris yang dipimpin oleh Kak Pipit Sandra dan suaminya yang tema ceritanya sederhana dan sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Ada juga acara lomba menyanyi dimana lagu-lagu yang dinyanyikan peserta murni lagu anak-anak karangan pencipta lagu anak seperti bapak A.T. Mahmud, Ibu Sud, dan beberapa lainnya. Lagu-lagu seperti Burung Kutilang, Kulihat Awan, Menanam Jagung, dan sebagainya semua bertema tentang alam, kegiatan anak belajar dan bermain, bukan seperti acara lomba menyanyi anak jaman sekarang yang cukup sering saya dengar pesertanya membawakan lagu orang dewasa yang bertema asmara atau masalah kehidupan yang belum pantas untuk mereka nyanyikan meskipun mereka punya suara yang indah dan menyanyikannya dengan sangat indah.
Tak ketinggalan ada juga siaran semacam kuis pendidikan "Cerdas Cermat" yang mengikut sertakan perwakilan murid dari berbagai sekolah di seluruh nusantara yang telah mendaftar. Isi pertanyaan acara ini murni pelajaran sekolah. Begitu juga ada acara belajar menggambar bersama Pak Tino Sidin (saya yakin 100% pasti semua yang angkatan jadul tau deh sama Bapak yang satu ini dengan penampilan baret hitamnya yang khas dan komentarnya "Bagus, baguss!!" yang tak terlupakan terhadap kiriman gambar-gambar hasil karya anak-anak dari seluruh nusantara. Stt...mau nyombong dikit, saya pernah lho ngirimin gambar hasil karya saya ke Pak Tino Sidin dan gambar saya itu termasuk salah satu yang dipamerin beliau...duh, bangganya saya waktu itu.
Untuk yang balita dan taman kanak-kanak, acara kebersamaan anak di bawah asuhan Bapak dan Ibu Kasur adalah salah satu tayangan yang ditunggu-tunggu. Begitu juga acara anak-anak asuhan Kak Seto dan Kak Heny Purwonegoro yang sering menghadirkan cerita lewat panggung boneka atau boneka tangan.
Menginjak tahun 80an, anak-anak Indonesia semakin dimanjakan oleh kehadiran panggung boneka Si Unyil dan orang-orang sedesanya, desa Sukamaju hasil karya Drs Suryadi (alm) yang baru saja tutup usia beberapa waktu yang lalu. Tau gak, si Unyil itu dulu satu angkatan sama saya di SD. Tapi sampai saya tamat sekolah dan bekerja, masih saja duduk di kelas 3 SD. Hahaaa...  
Belum cukup dengan itu semua, tayangan ilmu pengetahuan alam yang bisa ditonton segala usia berjudul "Flora dan Fauna" turut menambah hiburan dan wawasan ilmu pengetahuan anak di masa itu. Acaranya mirip acara di stasiun televisi luar negeri National Geographic yang kita bisa nikmati lewat langganan televisi berbayar saat ini. Untuk pengetahuan alam yang satu ini, syukurlah di jaman sekarang ini masih ada beberapa stasiun televisi swasta lokal yang masih punya kesadaran memelihara tayangan mendidik semacam ini, sehingga dunia hiburan televisi tidak melulu disuguhi tayangan cerita kehidupan bergaya hedonis semata.
Indahnya masa kecil saya dulu. Saya cuma bisa berharap dan mendoakan semoga pihak-pihak penyelenggara hiburan televisi di masa kini dan mendatang diberi kesadaran untuk membangkitkan lagi acara hiburan anak yang benar-benar untuk konsumsi anak-anak, bukannya sekedar tayangan yang melibatkan anak tapi materinya kurang pantas untuk ditonton ataupun diperankan oleh anak-anak.

Jumat, 06 Mei 2016

Hiburan Mewah Jadul

Bicara soal jadul rasanya kurang lengkap kalo gak ngomongin soal hiburan yang paling top di masa itu, televisi. Ya, televisi memang sebuah sarana hiburan yang belum terlalu memasyarakat di tahun 70an dan masih menjadi barang mewah yang belum tentu ditemui di dalam rumah kebanyakan orang.
Sebelum memasuki usia sekolah, saya pernah mengalami yang namanya mendengarkan radio bersama sekeluarga di malam hari sebagai hiburan karena belum memiliki pesawat televisi sendiri di rumah. 
Untungnya ada tetangga kami yang baik hati yang selalu mengundang saya bersaudara buat nonton film kartun untuk anak di sore hari. Jadi, sore hari adalah saat yang paling saya tunggu, sehabis mandi sore, saya dan adik-kakak saya beramai-ramai pergi nonton televisi ke rumah tetangga yang baik hati itu untuk menonton film kartun kesukaan kami lalu segera pulang setelahnya. Saya ingat, film kartun pertama yang saya tonton itu namanya KumKum, hihiii... Film ini bercerita tentang sekeluarga manusia purba yang berbicara dengan bahasa isyarat yang lucu. Selanjutnya menyusul film kartun Scooby Doo dan Flint Stone yang belakangan mulai dihidupkan lagi dengan cerita yang baru. Tapi semua tayangan itu dalam hitam putih, karena jaman itu belum ada pesawat televisi berwarna, heheee...
Sebagai hiburan baru, kala itu stasiun televisi di Indonesia cuma ada satu, Televisi Republik Indonesia (disingkat TVRI) yang notabene dikelola oleh pemerintah. Jadi gak ada tuh istilah berebut remote pengen nonton channel televisi kesukaan masing-masing. Sedihnya, meskipun TVRI adalah satu-satunya stasiun televisi, tayangan televisi baru dimulai pada jam 4 sore dan berakhir sekitar jam setengah sepuluh malam setelah siaran berita terakhir. 
Namun di balik kekurangannya tersebut, ada hal yang saya suka, yaitu tayangan seperti berita, film atau musik bebas dari potongan iklan yang numpang lewat di tengah tayangan seperti sekarang ini. Sebagai gantinya, semua iklan ditampung dalam tayangan tersendiri yang berjudul "Siaran Niaga".
Demikian pula para aktor dan aktris pengisi siaran televisi sangatlah terbatas jumlahnya, tidak seperti sekarang, dan honor yang mereka terima tidaklah sebesar para aktor dan aktris jaman sekarang. Jaman sekarang seorang aktor atau aktris muda yang baru terjun belum sampai setahun saja ada yang sudah bisa beli kendaraan atau tempat tinggal sendiri atau sekedar menikmati honornya dengan plesir ke luar negeri. Wah enaknya, pantesan remaja sekarang banyak yang ngebet pengen jadi artis yaaa... Saking banyaknya artis jaman sekarang, sampai saya kadang gak ngeh kalau gak dikasih tau ponakan saya yang ABG kalau ternyata yang bersangkutan 'artis' saking banyaknya stasiun televisi.
 

Rabu, 04 Mei 2016

I Miss Mr.Postman

Sejak memasyarakatnya penggunaan surat elektronik (nama bekennya e-mail) dan telepon genggam, boleh dibilang keberadaan kantor pos semakin terlupakan terutama di kalangan muda (termasuk saya :p)
Saat ini orang mampir ke kantor pos palingan cuma untuk kirim paket, kirim surat resmi atau formulir yang membutuhkan tanda tangan basah kita,atau yah sekedar beli meterai atau ngambil kiriman dari luar negeri. Padahal dulu yang namanya pak pos itu sangat ditunggu-tunggu untuk lewat di depan rumah, bahkan biar udah dibilang gak ada kiriman buat kita, suka dipaksa mampir dan diperiksa tasnya, heheee...maafkan kami Pak Pos.
Ya, kalo kamu hidup di masa itu, pastinya ngalamin gimana senangnya saat mendapatkan surat, kartu pos, kartu Natal atau kartu ucapan lainnya dari seseorang (asal bukan surat tagihan hutang). Sampai-sampai saya pernah punya sahabat pena yang saya kenal dari SD sampai SMA dan sayangnya kehilangan jejak sejak saya pindah ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah bahkan belum pernah ketemu muka hingga saat ini.
Saat Natalan dulu, saya juga suka adu banyak-banyakan dapet kartu Natal dengan kakak saya. Bandingkan dengan jaman sekarang yang pastinya sudah sangat langka orang mau mengirimkan kartu Natal buat kerabat atau sahabatnya. Padahal menurut saya, kehadiran kartu Natal secara fisik itu lebih romantis dan berkesan daripada sekedar ucapan selamat via sms, whatsapp atau sejenisnya. Apalagi kalau kartu itu datangnya dari seseorang yang sangat spesial di hati kita, kartu Natal itu bisa bolak-balik dipandangin, dibaca, dan bikin senyum-senyum sendiri.
Gak percaya? Coba aja kamu bayangkan sendiri, mana yang paling berkesan, dapet kartu yang ditulis tangan oleh pengirimnya (tulisan tangan tiap orang kan beda-beda tuh) atau dapet ucapan yang diketik seperti kartu ucapan elektronik ataupun sms, whatsapp dan sebagainya? Tuh kan, pasti suka deh. Apalagi kalo kartunya dari gebetan kamu. Hiya, dijamin bisa-bisa gak tidur semaleman bolak-balik mandangin tuh kartu. Heheee...

Minggu, 01 Mei 2016

Kasihan Anak Jaman Sekarang...

Saya kasihan melihat anak-anak jaman sekarang. Menurut saya, masa kanak-kanak jaman saya kecil dulu jauh lebih membahagiakan daripada apa yang dialami kebanyakan anak-anak sekarang, terutama yang tinggal di perkotaan.

Pasalnya, dulu saya sangat bebas bermain dan bertualang mengeksplorasi lingkungan sekitar. Persis seperti dalam tayangan televisi Si Bolang, salah satu tontonan kesukaan saya. Meskipun saya seorang anak perempuan, saya bebas nyebur ke kali nangkap ikan atau mencari sesuatu yang menarik, manjat pohon,bersepeda keliling kompleks bahkan sering mencuri-curi sampai keluar kompleks, blusukan main di kebun kosong hingga menjelang sore dan sebagainya. Lelaki, perempuan, kecil hingga remaja semua bermain bersama dalam suasana yang akrab dan lepas tanpa kekhawatiran berlebihan dari orang tua selain dimarahi karena bermain hingga lupa waktu untuk makan, belajar dan beristirahat.

Sementara kebanyakan anak jaman sekarang lebih banyak menghabiskan waktu luangnya bermain di dalam rumah atau rekreasi di mal dengan kawalan ketat orang tua.

Bukan salah orang tua juga, tapi kemajuan jaman dan era informasi bebas ternyata juga memiliki dampak buruk yang mempengaruhi kemerdekaan seorang anak untuk bermain.

Contohnya, kebebasan berinternet disebut-sebut telah menjadi biang keladi maraknya kasus kejahatan seksual terhadap anak yang sering kita dengar saat ini. Bukan cuma terhadap anak perempuan tapi juga terhadap anak lelaki dari bayi hingga remaja.

Hal ini telah membuat banyak orang tua khawatir dan terpaksa harus bersikap over protektif terhadap anaknya. Salah satu bentuk proteksi yang dilakukan para orang tua yang khawatir ini adalah dengan membatasi ruang gerak anak untuk tidak bermain di luar halaman rumah (kalau rumahnya tidak punya halaman, jadilah si anak menghabiskan waktu bermain di dalam rumah). Selain itu tak sedikit yang membekali anaknya yang belum cukup umur dengan telepon genggam dengan maksud agar bisa dilacak keberadaannya saat orang tua tidak bisa mendampingi mereka, sekalian memberikan sang anak "mainan baru" pengganti kebebasan mereka yang telah dibatasi oleh orang tua.

Mirisnya, telepon genggam yang ada di pasaran saat ini kebanyakan adalah telepon internet yang memungkinkan anak juga bebas berselancar dan mengakses informasi yang belum layak mereka konsumsi yang sering tanpa pengawasan orang tua. Akibatnya, dalam beberapa kasus kejahatan seksual terhadap anak, tak sedikit pelakunya adalah teman sebaya mereka sendiri. Sungguh ironis.